Jumat, 29 Juni 2012

ELLISABETH TORRES, KORBAN 9/11 YANG MENJADI MUALLAF

muallaf WORLD| Delapan keluarganya menjadi korban Tragedi 9/11, tapi wanita ini malah menjadi mualaf. Dia yakin pelakunya adalah orang-orang yang telah dicuci otaknya.

Paska runtuhnya gedung pencakar langit WTC, Amerika Serikat akibat serangan teroris, Tak sedikit warga Amerika yang menyalahkan agama Islam. Tapi, Elizabeth Torres, salah satu korbannya, memilih untuk masuk pada Islam dan mengganti namanya menjadi Safia El-Kasaby.

Elizabeth kehilangan delapan anggota keluarganya dalam serangan 11 September. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi seorang mualaf.

“Saya tak pernah menyalahkan agama apapun atas apa yang terjadi pada keluarga saya,” ujar Torres.

“Islam tidak menyuruh kita untuk menghancurkan apapun. Orang-orang yang melakukan ini dimanipulasi, dicuci otaknya.”

Wanita ini mengaku telah lama menjalani pencarian spiritual. Ia berpaling ke Islam setelah menikah dengan seorang warga Mesir. Elizabeth mengaku mendapat tentangan dari keluarganya. Bahkan Sylvia, putrinya yang bersuamikan tentara yang gugur di medan perang menolak berhubungan dengannya.

http://static.republika.co.id/uploads/images/headline/elizabeth-torres-_110907082141-520.jpgPutrinya yang lain, harus menghadapi komentar miring dari teman-temannya. 

“Mereka bilang, ‘Oh, ibumu teroris sekarang.’ Dan saya bilang, ‘Tidak, itu berbeda sama sekali dengan agamanya,” ujar Natalia Torres.

Tidak mudah bagi Elizabeth untuk beralih agama setelah serangan 11 September itu. Peristiwa itu membuat banyak kalangan memandang umat Islam dengan penuh curiga. Bahkan survei terbaru Gallup menyebutkan setidaknya 48 persen warga Muslim Amerika pernah mengalami diskriminasi atau setidaknya perhatian negatif dari warga sekitar.

Karena diskriminasi itulah, Torres yang sempat mengenakan jilbab mengambil keputusan untuk menanggalkan penutup rambutnya.

“Yang penting adalah hubungan saya dengan Tuhan. Bila hati saya baik-baik saja dengan Dia, tidak penting apa yang orang lain katakan,” ujarnya.

Pada peringatan 10 tahun 11 September, mualaf ini kembali menyayangkan mengapa agama pilihannya ini dibajak oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam.

Sepuluh tahun paska peristiwa 11 September, sebagian masyarakat AS memandang Islam sebagai ancaman, sementara sebagian lagi mendorong terwujudnya kerukunan lintasagama.

Tidak semua warga Amerika setuju dengan sentimen anti-Islam. Di gereja Blackman United Methodist, sekelompok warga dari berbagai latar belakang agama berkumpul untuk menunjukkan solidaritas. Menurut Pendeta Lucinda Nelson, penolakan warga antara lain bersumber dari rasa takut akan perubahan.

Seorang demostran dengan papannya yang bertuliskan ‘Islamofobia adalah rasa takut akan perdamaian,’ berdiri di depan gedung pemerintah kota New York, September tahun silam. Pembangunan sebuah Islamic Center dekat lokasi serangan 11 September tahun lalu mengundang protes banyak warga saat itu.

Pemuka agama Islam mencatat, memang sentimen anti-Islam seringkali tidak berawal dari umat beragama sendiri. Bahkan umat lintasagama sering bersatu untuk menolak sentimen anti-agama minoritas.

Ketika pendeta di Florida, Terry Jones, membakar kitab suci Al-Quran di Florida, beberapa gereja di New York justru membagikan Al-Quran kepada publik untuk mendinginkan suasana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar