muallaf WORLD| Delapan keluarganya menjadi korban Tragedi 9/11, tapi wanita ini
malah menjadi mualaf. Dia yakin pelakunya adalah orang-orang yang telah
dicuci otaknya.
Paska runtuhnya gedung pencakar
langit WTC, Amerika Serikat akibat serangan teroris, Tak sedikit warga
Amerika yang menyalahkan agama Islam. Tapi, Elizabeth Torres, salah satu
korbannya, memilih untuk masuk pada Islam dan mengganti namanya
menjadi Safia El-Kasaby.
Elizabeth kehilangan delapan
anggota keluarganya dalam serangan 11 September. Beberapa tahun
kemudian, ia menjadi seorang mualaf.
“Saya tak pernah menyalahkan agama apapun atas apa yang terjadi pada keluarga saya,” ujar Torres.
“Islam tidak menyuruh kita untuk menghancurkan apapun. Orang-orang yang melakukan ini dimanipulasi, dicuci otaknya.”
Wanita ini mengaku telah lama
menjalani pencarian spiritual. Ia berpaling ke Islam setelah menikah
dengan seorang warga Mesir. Elizabeth mengaku mendapat tentangan dari
keluarganya. Bahkan Sylvia, putrinya yang bersuamikan tentara yang gugur
di medan perang menolak berhubungan dengannya.
“Mereka bilang, ‘Oh, ibumu
teroris sekarang.’ Dan saya bilang, ‘Tidak, itu berbeda sama sekali
dengan agamanya,” ujar Natalia Torres.
Tidak mudah bagi Elizabeth untuk
beralih agama setelah serangan 11 September itu. Peristiwa itu membuat
banyak kalangan memandang umat Islam dengan penuh curiga. Bahkan survei
terbaru Gallup menyebutkan setidaknya 48 persen warga Muslim Amerika
pernah mengalami diskriminasi atau setidaknya perhatian negatif dari
warga sekitar.
Karena diskriminasi itulah, Torres yang sempat mengenakan jilbab mengambil keputusan untuk menanggalkan penutup rambutnya.
“Yang penting adalah hubungan
saya dengan Tuhan. Bila hati saya baik-baik saja dengan Dia, tidak
penting apa yang orang lain katakan,” ujarnya.
Pada peringatan 10 tahun 11
September, mualaf ini kembali menyayangkan mengapa agama pilihannya ini
dibajak oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam.
Sepuluh tahun paska peristiwa 11
September, sebagian masyarakat AS memandang Islam sebagai ancaman,
sementara sebagian lagi mendorong terwujudnya kerukunan lintasagama.
Tidak semua warga Amerika setuju
dengan sentimen anti-Islam. Di gereja Blackman United Methodist,
sekelompok warga dari berbagai latar belakang agama berkumpul untuk
menunjukkan solidaritas. Menurut Pendeta Lucinda Nelson, penolakan warga
antara lain bersumber dari rasa takut akan perubahan.
Seorang demostran dengan papannya yang bertuliskan ‘Islamofobia adalah rasa takut akan perdamaian,’
berdiri di depan gedung pemerintah kota New York, September tahun
silam. Pembangunan sebuah Islamic Center dekat lokasi serangan 11
September tahun lalu mengundang protes banyak warga saat itu.
Pemuka agama Islam mencatat,
memang sentimen anti-Islam seringkali tidak berawal dari umat beragama
sendiri. Bahkan umat lintasagama sering bersatu untuk menolak sentimen
anti-agama minoritas.
Ketika pendeta di Florida, Terry
Jones, membakar kitab suci Al-Quran di Florida, beberapa gereja di New
York justru membagikan Al-Quran kepada publik untuk mendinginkan
suasana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar