Uni
Komunitas Islam Italia (UCOI) menyatakan sebanyak 70 ribu warga Italia
memeluk Islam. Menurut UCOI, meningkatnya jumlah warga Italia memeluk
Islam karena krisis ekonomi dan nilai yang melanda mereka.
Menurut Izzedine, saat ini tercatat 150 ribu muslim berkewarganegaraan Italia dari satu juta penduduk muslim. “Dari data itu, dapat dipahami ada terjadi kejutan yang tak terduga. Alhamdulillah,” kata dia.
Bila dibanding dengan negara-negara Eropa lain, imigran Italia relatif pendatang baru, dan negara tersebut masih berjuang untuk menyesuaikan dengan populasi asing yang makin berkembang. Jika model Perancis, imigran berintegrasi melalui perilaku warga negara, dan di Inggris mengadopsi multikulturalisme dengan hasil majemuk, Italia masih terlihat tak mampu memutuskan bentuk paling sesuai.
Kebijakan pemerintah cenderung menyokong represif daripada integrasi. Setelah Senat Italia meloloskan undang-undang yang memperketat kebijakan imigrasi bulan lalu, Familia Cristiana salah satu majalah Katholik Roma berpengaruh menuduh Italia mencemplungkan diri dalam “samudera aturan berbau rasis”, tak beda dengan serangkaian aturan anti-Semit yang diloloskan pada pemerintah 1938 silam.
“Italia tidak memilih model spesifik dan juga bagaimana negara ini menghadapi Islam,” ujar Farian Sabahi, seorang guru besar sejarah negara Islam di Universitas Turin dan editor untuk Milan Daily Corriere della Sera, yang juga menulis buku Muslim di Eropa. Hal ini masih bukan prioritas utama pemerintah, dan itu sangat memalukan karena berlawanan dengan apa yang coba dilakukan negara Eropa lain,” imbuhnya.
Namun, dakwah islam di negeri vatikan tersebut juga tak terlepas dari berbagai kontra, seperti kasus pelarangan shalat Jum’at bagi umat islam. Kepolisian kota Treviso, Italia yang merupakan kota industri di bagian utara melarang sekelompok orang Islam melaksanakan shalat Jum’at di garasi mobil dengan alasan sudah ada keputusan mengenai hal itu dari walikota yang dikenal berafiliasi pada Northern League party Racial.
Sejumlah sumber mengatakan, sesungguhnya pihak pemerintah daerah sejak pagi telah mengepung garasi tersebut dengan mengerahkan aparat kepolisian dalam jumlah besar, termasuk elemen pasukan Rpiniri dan kepolisian pamong praja untuk menghalangi kaum Muslimin agar tidak dapat menuju kota itu.
Kebanyakan kaum Muslimin itu berasal dari kaum imigran yang ingin mengadakan shalat jum’at di garasi itu, setelah beberapa minggu lalu mereka juga dilarang melaksanakannya di sekitar satu-satunya mushalla kecil di kota itu.
Ratusan jemaah shalat, yang mayoritas merupakan komunitas etnis Maroko yang dilahirkan di Italia datang kembali ke tempat itu setelah sebelumnya berusaha sampai ke tempat itu. Kali ini dengan membawa bendera-bendera Italia ditemani sebagian aktifis politik untuk melaksanakan shalat di garasi San Liberaly.
Kepolisian pamong praja turun tangan beberapa menit dari dimulainya syiar shalat untuk membubarkannya. Mereka langsung mencatat identitas jemaah shalat untuk diinterogasi nantinya secara administratif dengan alasan melanggar keputusan walikota. Sebelumnya, mereka telah menjatuhkan sanksi denda kepada sejumlah jemaah shalat pada hari Jum’at yang lalu, karena mereka menggelar tempat di pinggir jalan di sekitar gudang kecil yang digunakan kaum imigran sebagai tempat shalat. Tidak sebatas itu, kepolisian itu juga menyita hamparan yang digelar jemaah dengan alasan mengganggu tanah umum. Hal itu menyebabkan sebagian mereka terpaksa hsalat di atas tanah.
Kepolisian pamong praja juga menyebutkan, pihaknya telah mengeluarkan empat surat panggilan kepada sejumlah jemaah shalat yang pada minggu lalu telah ditahan agar membayar denda administratif yang jumlahnya lebih dari 1000 euro.
Meski kontra islam terus bergulir, Islam tetap eksis di negeri Romawi. Hal ini terbukti dengan keberadaan Masjid Agung Roma yang merupakan simbol keeksisan dan kebanggaan umat muslim.
Masjid Agung Roma berada di utara kota Roma. Berjarak sekitar 5 kilometer dari inti kota yang paling bersejarah di kota Roma. Berada di distrik Parioli yang merupakan kawasan bangunan bangunan apartemen hunian menengah ke atas yang dibangun diantara tahun 1950 hingga 1970-an. Letak persisnya berada di ujung taman Villa Ada Park yang luas yang terdiri dari gunung Monte Antenne yang sangat lekat dengan legenda masa lalu terkait dengan sejarah pendirian kota Roma.
Kawasan tempatnya berdiri juga merupakan bagian dari kawasan bersejarah meskipun cukup jauh dari pusat kota. Villa Ada Park merupakan tempat tinggal keluarga kerajaan Italia di masa lalu, sedangkan gunung Monte Antenne dipercaya sebagai lokasi dari kota Sabian para Antenat yang kemudian ditaklukkan oleh pendiri kota Roma, Romulus.
Pembangunan Masjid Agung Roma merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi muslim Roma begitupun bagi para pembangunnya, mengingat signifikansi sejarah kota Roma hingga menyangkut masalah sosial dan politik disana, menjadikan pembangunan masjid ini menyita begitu banyak perhatian dari berbagai pihak baik yang pro maupun kontra.
Keseluruhan proses pembangunan masjid ini bahkan memakan waktu begitu lama hingga mencapai 20 tahun, sejak pertama digulirkan tahun 1975 sampai ahirnya benar benar berdiri di tahun 1995 lalu. Sampai sampai proses perencanaan, pembangunan hingga peresmian masjid ini menjadi salah satu bangunan yang paling banyak menyita publikasi dunia di abad ke 20.
Sebelum masjid Roma dibangun, komunitas muslim di Kota Roma melaksanakan aktivitas sholat berjama’ah di gedung gedung apartemen sewaan untuk termasuk untuk kegiatan kegiatan budaya. Sebuah cerita yang berkembang di tengah masyarakat dalam periode 1920-an ketika Mussolini di tanyakan tentang kemungkinan untuk membangun masjid di kota Roma, Mussolini yang memang biangnya rasisme itu menjawab “bila mereka mengizinkan saya membangun gereja di kota Mekah, maka saya akan setuju mereka membangun masjid di kota Roma”.
Islamic Center Roma kemudian dibentuk tahun 1959 dan upaya memberikan sarana bagi muslim yang tinggal di Roma serta berupaya mewujudkan kebutuhan tempat ibadah permanen bagi kelompok kelompok jemaah muslim disana. Menyadari begitu tingginya kebutuhan bagi kehadiran masjid di kota Roma, Tahta Suci Vatikan kemudian mengeluarkan Dekrit tahun 1963 yang menyatakan dengan tegas bahwa Vatikan tidak menentang pembangunan masjid di kota Roma sepanjang bangunan masjid tersebut dibangun dilokasi yang tidak terlihat dari Basilika Santo Petrus, serta menaranya tidak lebih tinggi dari kubah Santo Petrus. Dan kemudian Islamic Cultural Center Italia pun dibentuk secara resmi tahun 1966 disahkan dengan dekrit presiden.
Keinginan untuk membangun masjid di kota Roma semakin menguat di tahun 1972. Duta besar dan perwakilan berbagai negara islam di Italia bersama sama dengan perwakilan komunitas muslim setempat melakukan pendekatan kepada presiden Italia bagi pembangunan Masjid Agung Roma / Centro Islamico Culturale d’Italia di kota tua Roma. Tujuan utama dari pembangunan pusat kebudayaan Islam tersebut juga dimaksudkan sebagai sarana bagi forum dialog internasional yang menjembatani Islam dengan dunia barat.
Di tahun 1975, atas nama pemerintah Italia, dewan kota Roma menghibahkan lahan seluas 30 ribu meter persegi bagi pembangunan Masjid dan Pusat kebudayaan Islam kota Roma. Lahan tersebut berlokasi di kaki gunung Antenne berbatasan dengan jalur kereta api di salah satu sisi lahannya dan ruas jalan Via G Pezzana di sisi lain nya. Di tahun yang sama Dewan direktur Pusat Kebudayaan Islam menyelenggarakan Kompetisi Internasional bekerjasama dengan dewan juri yang memiliki pengalaman internasional terkait Arsitektur dan budaya Islam. Dari 42 peserta kompetisi tersebut terpilih hasil rancangan Arsitek Irak Sami Mousawi dan Firma Arsitek milik Paolo Porotgeshi / Vittorio Gigliotti.
Dewan Direktur kemudian meminta kedua firma Arsitek tersebut untuk bekerjasama merancang merancang proyek pembangunan Masjid Agung dan Pusat Kebudayan Islam Roma. Hasil rancangan kedua firma arsitek kawakan tersebut disetujui oleh Dewan Direktur Pusat Kebudayaan Islam pada bulan Oktober 1976. Di bulan Februari 1979 rancangan ahir masjid tersebut disetujui oleh dewan kota Roma dengan berbagai perubahan termasuk mengurangi luasan ruang sholat utama, mengurangi ukuran kubah utama yang ahirnya dibuat sebuah kubah utama yang dikelilingi rangkaian kubah kubah kecil.
Keseluruhan dokumentasi tender proyek pembangunan sudah diselesaikan oleh dua firma tersebut dan seyogyanya proses pembangunan dimulai pada bulan Juli 1979 namun kemudian dibatalkan karena berbagai alasan sosial dan politik. Pengajuan ulang kepada dewan kota dilakukan lagi pada tahun 1983 dengan (lagi lagi) berbagai revisi rancangan termasuk pengurangan tinggi menara dan ahirnya disetujui oleh dewan kota Roma. Proses pembangunan mulai dilaksanakan pada 11 Desember 1984 ditandai dengan upacara peletakan batu pertama oleh Presiden Italia (saat itu), Alessandro Pertini. Kontrak pembangunan diserahkan kepada kontraktor di kota Roma, Fortunato Federici.
Paolo Portoghessi/vittorio Gigliotti ditunjuk ulang sebagai pengawas pelaksanaan pembangunan sedangkan Sami Maosawi bertindak sebagai konsultan. Keseluruhan proses pembangunan selesai dilaksanakan pada bulan Januari 1995. Keseluruhan proyek pembangunan tersebut menghabiskan dana sebesar L 59 Milyar Lira Italia atau sekitar L 3 juta Lira untuk setiap meter perseginya.
Keseluruhan dana pembangunan tersebut ditanggung bersama 24 negara Islam yaitu : Algeria, Uni Emirat Arab, Bahrain, Bangladesh, Brunei, Mesir, Indonesia, Iraq, Jordania, Kuwait, Libya, Malaysia, Mauritania, Maroko, Oman, Pakistan, Qatar, Saudi Arabia, Senegal, Sudan, Tunisia, Turki, dan Yemen. Saudi Arabia memberikan kontribusi terbesar bagi pendanaan proyek pembangunan tersebut. Upacara peresmian dilaksanakan pada 23 Muhharam 1416 H atau bertepatan dengan tanggal 21 Juni 1995 dihadiri oleh Presiden Italia Oscar Luigi Scalfaro, ummat Islam dan tokoh masyarakat Roma, serta perwakilan negara negara Islam yang ada di Italia.
Berbagai Aktivitas di Masjid Agung Roma
Komplek masjid dan Islamic
Cultural Center Roma ini memang sengaja dirancang bagi muslim kota Roma
dari berbagai kalangan. Pada saat dibangun komplek ini disediakan bagi
muslim disana yang diperkiarakan mencapai 20 ribu jiwa namun sayangnya
tidak ada angka akurat terkait jumlah muslim disana, namun yang sudah
terjadi di tiap pelaksanaan sholat hari Raya di komplek ini dihari oleh
lebih dari 15 ribu jemaah hingga sholat terpaksa dilaksanakan dalam tiga
gelombang.
Sekelompok kecil komunitas muslim kota Roma termasuk korp diplomatic dan para perwakilan Negara Negara sahabat untuk Italia dan Vatikan. Setidaknya adalah 23 negara yang turut ambil bagian dalam pendanaan pembangunan masjid ini. duta besar Negara negar Islam menempati 11 dari 13 kursi dewan administrasi Masjid dan Pusat Kebudayaan Islam tersebut, dan dua kursi sekretaris Jenderal dijabat oleh perwakilan Persatuan Mahasiswa Muslim di Italia.
Kelompok muslim kedua yang tak kalah penting adalah terdiri dari para mahasiswa dari berbagai Negara Islam yang sedang menuntut ilmu di Italia, sedangkan kelompok ketiga adalah para pekerja muslim dari berbagai Negara Islam yang bekerja di Kota Roma. Rata rata mereka berpenghasilan rendah datang dari Maroko, Mesir, Senegal, Bangladesh, Albania dan Bosnia-Herzegovina. Dengan mempertimbangkan kelompok muslim kedua dan ketiga ini yang memiliki jumlah paling banyak, sangat jelas bahwa jemaah yang datang ke Masjid Agung Roma paling banyak dari kaum muda muslim kota Roma.
Sebagai tambahan bahwa pusat kebudayaan Islam dan Masjid Agung Roma telah menjadi sebuah etalase yang dengannya warga kota Roma dapat mengerti dan memahami atau setidaknya mendapatkan imformasi tentang Islam sebagai sebuah agama dan Peradaban. Masjid dan Pusat Kebudayaan Roma terbuka untuk kunjungan umum dua kali dalam sepekan dengan tingkat kunjungan mencapai dua ribu hingga tiga ribu pengunjung perbulan. Komplek ini juga telah menjadi salah satu tujuan wisata penting kota Roma dan sudah dimasukkan dalam peta panduan Wisata resmi kota Roma seperti pada the Michelin Tourist Guide. - Dani Fitriyani -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar